Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan perlakuan berbeda yang diberikan pemerintah terhadap pelaku pertambangan di kawasan konservasi Raja Ampat. Komisi XII menyoroti Kementerian ESDM karena hanya menindak perusahaan BUMN, sementara perusahaan swasta dibiarkan tanpa tindakan. Wakil Ketua Komisi XII, Bambang Hariyadi, mengungkapkan kekhawatirannya atas ketidakadilan ini, terutama terkait penghentian sementara aktivitas PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam Tbk.
Menurut Bambang, perlakuan ini tidak adil karena hanya PT Gag Nikel yang ditindak, sedangkan tiga perusahaan swasta lain dengan dugaan pelanggaran lebih serius tidak mendapatkan sanksi. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Pelanggaran yang dilakukan termasuk pencemaran laut dan aktivitas tambang ilegal.
PT ASP, yang terkait dengan investor Tiongkok, disebut sebagai penyebab pencemaran laut akibat limbah tambang yang tidak terkelola dengan baik. PT KSM dianggap berisiko karena aktivitasnya di kawasan konservasi yang kaya biodiversitas, sedangkan PT MRP melakukan pengeboran tanpa izin yang diperlukan. Meskipun demikian, hanya PT Gag Nikel sebagai perusahaan BUMN yang mendapatkan sanksi, sementara perusahaan swasta tidak.
Bambang mengkritik keheningan pemerintah terhadap aktivitas ilegal perusahaan swasta tersebut, yang menurutnya adalah bentuk pembiaran terhadap kerusakan lingkungan yang tak termaafkan. Ia memperingatkan bahwa terus membiarkan hal ini dapat mengakibatkan penghancuran warisan dunia secara tak terhindarkan.