Sejak Era Pak Jimly Asshiddiqie, Telah Ada.

by -313 Views

Jakarta – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman angkat bicara soal dirinya disebut terlibat dalam konflik kepentingan dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres.

Ia mengklaim sebagai hakim karir, mematuhi azas dan norma yang berlaku dalam memutus perkara tersebut. “Terkait konflik kepentingan, sejak era kepemimpinan Prof Jimly Asshiddiqie dalam putusan Nomor 004/PUU-I/2003. Kemudian putusan Nomor 066/PUU-II/2004. Kemudian putusan Nomor 5/PUU-IV/2006 yang membatalkan pengawasan Komisi Yudisial terhadap Hakim Konstitusi. Jadi sejak zaman Prof Jimly tahun 2003 sudah ada pengertian dan penjelasan mengenai konflik kepentingan,” kata Anwar Usman dalam jumpa pers di kantornya, Rabu, 8 November 2023.

Adik ipar Presiden Jokowi itu pun menyebut sejumlah putusan MK mulai dari era kepemimpinan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, Hamdan Zoelva, Arief Hidayat hingga dirinya, yang ditengarai juga terlibat konflik kepentingan.

Antara lain, putusan Nomor 48/PUU-IX/2011. Kemudian putusan Nomor 49/PUU-IX/2013 di era Prof Dr Mahfud MD. Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013. Kemudian putusan Nomor 01/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perpu MK di era kepemimpinan Hamdan Zoelva.

“Dalam putusan tersebut terhadap pengujian pasal 87 A karena norma menyangkut jabatan ketua dan wakil ketua, dan ketika itu saya adalah ketua MK dan wakilnya Aswanto, meskipun menyangkut diri saya, saya tidak mempertahankan jabatan saya, namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof Saldi Isra dalam pasal 87 b terkait usia yang belum memenuhi syarat,” beber Anwar Usman.

“Jadi adik-adik rekan wartawan bisa melihat rangkaian cerita makna konflik kepentingan, ternyata mulai dari tahun 2003 di era kepemimpin pak Jimly Asshiddiqie sudah ada dan itu ada beberapa putusan,” sambungnya.

Sebelumnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) kepada Anwar Usman karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

“kemudian membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa petang. Jimly mengatakan bahwa Anwar Usman terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, yakni Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar dia.

Jimly Asshiddiqie juga menegaskan bahwa Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

Lebih lanjut, Anwar juga tidak diperbolehkan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum mendatang.

Saati putusan tersebut, terdapat pendapat berbeda (“dissenting opinion”), yaitu dari anggota MKMK Bintan R. Saragih.