Pakar Kritik Pasal 65 RUU TNI: Singgung Kasus Bos Rental

by -16 Views

Peneliti senior Imparsial, Al Araf, menyuarakan kritik terhadap usulan penghapusan Pasal 65 dalam naskah revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 65 ini mengatur soal mekanisme peradilan bagi seorang prajurit TNI. Al Araf menegaskan penolakan terhadap revisi tersebut karena dianggap salah langkah, seharusnya yang dihapus adalah Pasal 74 bukan Pasal 65. Draf RUU TNI yang diterima oleh pihaknya menyebutkan penghapusan Pasal 65, yang seharusnya seharusnya Pasal 74 yang dihapus. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) RUU TNI di Komisi I DPR, Al Arif menegaskan kebingungannya terkait penghapusan Pasal tersebut. Pasal 65 pada RUU tersebut merujuk pada ayat 2 yang mengatur soal kedudukan prajurit terkait pelanggaran hukum pidana. Di sisi lain, Pasal 74 berhubungan dengan ketentuan yang berlaku saat undang-undang peradilan militer diberlakukan. Al Araf menyoroti bahwa dengan penghapusan Pasal 65, peluang menarik kasus pidana prajurit ke peradilan umum menjadi semakin sulit, sementara jika Pasal 74 yang dihapus, kasus-kasus seperti penembakan bos rental di Tangerang bisa lebih mudah ditangani di peradilan umum. Dalam konteks yang berbeda, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak akan membawa kembali Orde Baru asalkan Pasal 39 dalam RUU tersebut tidak diubah. Pasal 39 ini melarang prajurit aktif membawiki posisi sipil. Hasanuddin juga menyoroti penempatan TNI di lembaga sipil, termasuk sebagai dirjen, yang dinilainya kurang tepat karena menghilangkan sumber daya terbaik yang seharusnya dipersiapkan untuk bertempur. Hasan mengingatkan bahwa tugas pokok TNI adalah untuk bertempur, dan menempatkan perwira TNI di posisi sipil dapat menimbulkan ketidakadilan terhadap ASN yang membangun karir mereka dari bawah. Dalam konteks lain, Anggota Komisi I dari Fraksi Golkar, Nurul Arifin, mengkritik pemaparan dua pakar yang diundang dalam RDPU terkait revisi UU TNI. Direktur Riset Setara Institut, Ismail Hasani, dan peneliti senior Imparsial, Al Araf, dinilai tidak memberikan masukan yang seimbang terhadap RUU TNI. Nurul menyoroti bahwa RUU Polri juga memiliki pasal-pasal kontroversial yang perlu mendapat perhatian, namun, kedua pakar yang diundang cenderung tidak membicarakan hal tersebut. Meskipun rapat hanya membahas RUU TNI, namun Nurul menegaskan perlunya penanganan serius terhadap RUU Polri yang juga memiliki pasal-pasal kontroversial.

Source link