Pada kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hal ini merupakan putusan banding yang lebih berat dibandingkan vonis sebelumnya di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sebelumnya, Harvey hanya divonis 6,5 tahun penjara, namun jaksa penuntut umum mengajukan banding karena merasa vonis tersebut tidak cukup adil.
Dalam putusan banding tersebut, Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara. Hukuman 20 tahun penjara ini merupakan pidana maksimal yang diatur dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Majelis hakim yang memeriksa perkara ini di Pengadilan Tinggi DKI terdiri dari beberapa anggota dengan ketua majelis hakim Teguh Harianto.
Putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan hakim terkait adanya tindakan korupsi yang dilakukan Harvey yang dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Meskipun hakim menilai bahwa tidak ada faktor meringankan dalam kasus ini. Seluruh aset Harvey yang terkait dengan perkara juga diputuskan dirampas untuk negara sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti.
Hakim terbatas dalam memberikan komentar terkait perkara yang sedang berjalan atau sudah selesai, oleh karena itu Mahkamah Agung (MA) meminta publik untuk menilai sendiri putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta terkait vonis Harvey Moeis. MA menegaskan bahwa tidak memungkinkan bagi mereka untuk berkomentar terkait vonis banding Harvey yang mengalami peningkatan hukuman di fase banding.