Jakarta – (VanusNews) Nama Presiden kedua RI Soeharto dicabut dari Ketetapan (TAP) Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Isi TAP MPR 11/1998 soal Soeharto yang telah resmi dicabut itu terdapat dalam Pasal 4, yang mengamanatkan pemberantasan KKN bagi pejabat negara dan secara eksplisit menuliskan nama Soeharto.
Keputusan MPR RI mencabut nama Soeharto disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam Sidang Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024, Rabu (25/9/2024).
Tak ayal, keputusan MPR RI tersebut menuai polemik di kalangan masyarakat.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Lodewijk Paulus menilai, tidak ada yang salah dengan keputusan MPR RI tersebut.
“Saya pribadi melihat kita akan bergerak maju ke depan. Kita akan menyongsong Indonesia Emas 2045. Kita harus fokus kepada bagaimana ekonomi kita bagus. Kan kalau dari Pak Prabowo itu mintanya 8 persen ya untuk bisa mencapai Indonesia Emas 2045. Nah saat kita melihat ke depan, marilah kita berbesar hati! Para founding father kita, Bung Karno sudah dicabut dari TAP MPR, lalu apa salahnya?,” kata Lodewijk kepada para wartawan, Jumat (28/9/2024).
Lodewijk mengingatkan, mungkin saja setiap mantan Presiden RI memiliki kesalahan masing-masing, namun bukan berarti hal itu menjadi penyebab bangsa Indonesia tidak lagi menghormati para pemimpinnya.
“Mungkin Gus Dur, Pak Harto, Pak Habibie, Bung Karno ada salahnya, tetapi mari kita melangkah dan melihat ke depan supaya hal itu jangan terulang lagi, sehingga kita bisa fokus ke depan. Fokus ke depan untuk bagaimana membangun bangsa ini. Kenapa? Saat kita berbicara 2045,” ujar Wakil Ketua DPR RI ini.
Lodewijk menyatakan, pada tahun 2045 mendatang Indonesia akan mengalami bonus demokrasi.
Menurut Lodewijk, sudah saatnya semua pihak berbesar hati membuka pintu maaf.
“Karena kita mendapatkan bonus demografi. Nah anak-anak ini mengerti mereka. Tidak tahu ada apa. Nah kalo kita hanya berkutat dengan itu saja, sejarah. Itu bagian dari sejarah. Tetapi marilah kita berbesar hati kalau 1 pihak sudah membuka diri ada pihak lain juga, sebaiknya membuka diri gitu loh,” ulas Lodewijk.
Lodewijk juga membantah apabila dikatakan keputusan MPR RI ini sebagai upaya pemutihan dosa-dosa penguasa di masa lalu.
“Ya anda mungkin berbicara tentang Indonesia. Bagaimana orang negara lain melihat Indonesia. Apakah anda tidak melihat bagaimana ada suatu negara melindungi warganya dari pelanggaran HAM. Tidak boleh kalo dia membuat pelanggaran HAM di suatu negara itu tidak boleh kalo dia membuat pelanggaran HAM di suatu negara itu tidak boleh, coba apakah kita sampe begitu? Kan kita tidak, tidak sampai seperti itu,” papar Lodewijk.
Lodewijk menuturkan, Keputusan MPR RI untuk mencabut nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR 11/1998 itu merupakan tindak lanjut dari Surat dari Fraksi Golkar pada 18 September 2024, dan diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada 23 September lalu.
“Udah berpikir positif ajalah. Kalau itu terus ke belakang, kan nanti dia.. Oh kenapa dia boleh, kenapa ini ga boleh. Kapan mau selesai Udah berpikir positif aja lah. Supaya kita. Kalau itu terus ke belakang, kan nanti dia. Oh kenapa dia boleh, kenapa ini ga boleh. Kapan mau selesai,” tuntas Lodewijk Paulus.
Keputusan MPR untuk mencabut nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR 11/1998 itu merupakan tindak lanjut dari Surat dari Fraksi Golkar pada 18 September 2024, dan diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada 23 September lalu. VN-DAN