National Strategic Challenge: Navigating the Limited Time of the Demographic Dividend

by -176 Views

Oleh: Prabowo Subianto [cuplikan dari “Transformasi Strategis Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045”, hal. 53-54, edisi ke-4]

Bersamaan dengan tantangan strategis global seperti perubahan iklim, konflik geopolitik, dan ekspansi cepat kecerdasan buatan, Indonesia dihadapkan pada beberapa masalah nasional yang mendesak.

Salah satu tantangan yang signifikan adalah penutupan jendela bonus demografi kita yang akan datang. Kekayaan bangsa kami terus mengalir ke luar negeri, mengakibatkan aliran kekayaan nasional yang konsisten ke luar. Selain itu, ekonomi kita ditandai dengan ketidaksetaraan dan kurangnya keseragaman. Demokrasi kita pun terganggu oleh pengaruh keuangan yang berlebihan dalam politik.

Kemampuan kita untuk berkembang menjadi negara maju dan makmur bergantung pada kemampuan kita untuk mengelola dan mengatasi kedua tantangan strategis global dan domestik ini.

Jendela Berkurangnya Bonus Demografi

Populasi kita adalah aset kita, terutama dengan median usia saat ini adalah 29 tahun, yang menandakan bahwa mayoritas orang Indonesia berada pada usia produktif mereka, ideal untuk belajar dan bekerja secara efisien.

Namun, indikator usia median ini dari penduduk muda dan produktif tidak akan bertahan selamanya. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang melambat, proporsi orang Indonesia muda akan tak terhindarkan menurun. Menurut proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sekitar tahun 2035 – hanya 13 tahun dari sekarang – median usia akan bergeser ke atas.

Secara historis, bagi negara-negara sudah menjadi sulit untuk meraih kekayaan dan kemakmuran ketika penduduknya melampaui masa produktifnya. Saat ini berada sebagai negara berpendapatan menengah, tujuan kami adalah naik ke status berpendapatan tinggi.

Untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi ini, PDB per kapita harus naik menjadi $14.000, atau sekitar IDR 210 juta per tahun, yang berarti pendapatan bulanan sekitar IDR 17,5 juta untuk setiap penduduk.

Kita hanya memiliki 13 tahun untuk keluar dari jebakan berpendapatan menengah dan menghindari nasib menjadi negara tua sebelum menjadi kaya, seperti yang terjadi di Thailand. Thailand telah menjadi masyarakat berusia tanpa terlebih dahulu mencapai kekayaan. Kita harus menghindari hal ini dengan memastikan pertumbuhan ekonomi yang cepat sehingga kita dapat menjadi makmur sebelum profil demografis kita menua secara signifikan.

Source link