Jakarta – Transisi ekonomi hijau di Indonesia menghadirkan kebutuhan baru di sektor tenaga kerja yang ramah lingkungan (green job). Sehingga nantinya, butuh keahlian yang baru seperti green talent.
Baca Juga :
Investasi Dunia Menunggu, Anggota DPR Sarankan Pemerintah Segera Proklamasi Ibu Kota Pindah
Merespons hal tersebut, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Purbasari mengungkapkan, kebutuhan green job diproyeksikan akan mencapai 4,4 juta orang pada 2030. Program Kartu Prakerja terus beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja tersebut, salah satunya dengan membuat pelatihan green skills.
Dia menjabarkan, pelatihan green skills itu seperti sustainability reporting, carbon accounting, modifikasi sepeda motor menjadi motor listrik, pupuk ramah lingkungan, pengolahan sampah dan lainnya. Kolaborasi dengan berbagai pihak pun didorong.
Baca Juga :
Yakin Pemilu 1 Putaran, Bahlil Pede Target Investasi 2024 Tembus Target Rp 1.650 Triliun
“Program Kartu Prakerja ingin mendorong Lembaga Pelatihan untuk terus bisa membuka mata, belajar, dan update mengenai tren pekerjaan dan skill yang dibutuhkan,” kata Denni saat memberikan kata sambutan dalam Webinar Go Green Get Skills: Menjawab Peluang Green Job di Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024.
Denni menambahkan, dalam mengembangkan green skills, investasi pada pelatihan menjadi kunci untuk mempersiapkan tenaga kerja yang mampu mendukung transisi Indonesia ke ekonomi hijau.
Sementara itu, Direktur Ketenagakerjaan PPN/Bappenas, Nur Hygiawati Rahayu mengungkapkan, pihaknya sudah menyusun dan mempublikasikan Peta Okupasi Nasional Green Jobs dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Nur mengungkapkan, peta tersebut disusun sesuai jenis-jenis jabatan/okupasi/profesi yang ada di bidang ekonomi hijau, yakni energi terbarukan, pertanian, manufaktur, konstruksi, dan jasa (pariwisata). Agar, terciptanya pekerjaan hijau yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, sehingga dapat mendorong ekonomi hijau dalam mencapai Indonesia Emas 2045.
“Sebenarnya pemerintah sudah melihat green jobs ini sebagai peluang dan bukan hanya sekadar peluang, karena dari sisi regulasi dan kebijakan sudah ada dan ini harusnya banyak yang tangkap peluang ini. Secara ekosistem, dari sisi supply perlu memiliki pemahaman mengenai green skills, serta domain dari perusahaan perlu tangkap juga peluang itu,” ujar dia.
Direktur Program Koaksi Indonesia, Verena Puspawardani mengatakan, untuk mencari tahu industri apa saja yang berpotensi menghasilkan green jobs dapat dilihat dari deadline chart yang sudah diberikan oleh Taksonomi Keuangan Berkelanjutan di Indonesia.
“Dan dari industrinya, dari sisi demand juga sudah dipersiapkan bagaimana industri ini nanti bisa menangkap tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membangun green industry. Jadi pekerjaannya memang akhirnya, di ujungnya membangun green jobs, jadi memang peluangnya sangat besar,” papar Verena.
Direktur Corporate Affairs PT Nestle Indonesia, Sufintri Rahayu menjelaskan bahwa sustainability atau yang biasa dikenal dengan Environmental, Social, and Governance (ESG) di lingkungan PT Nestle Indonesia bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan sebuah mindset (cara berpikir), yang menjadi value (nilai) dalam menjalankan operasi bisnis.
“Jadi kaitannya dengan Prakerja, itu mungkin di Prakerja bisa dimasukkan saja mengenai kurikulum understanding mengenai sustainability, baik itu nanti dia akan menjadi sebuah Accountant, dia mau menjadi sebuah CFO, atau menjadi Marketer, they should understand about ESG,” ujar Sufintri.
Manajer Pengembangan Ekosistem Sektor Publik Prakerja Ferdy Fabian mengatakan, pemerintah melalui program Kartu Prakerja telah menambahkan pelatihan green skills ke dalam platform Prakerja sejak 2020. Upaya tersebut dapat membuka peluang bagi masyarakat luas untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing di pasar kerja sebagai kunci menuju sustainable society.
“Jadi ketika demand-nya tinggi terhadap green skills, peran pendidikan dan pelatihan vokasi ini sangat penting, supaya angkatan kerja bisa beradaptasi terhadap green economy maupun ekonomi sirkular. Lembaga pelatihan juga harus mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan maupun kompetensi baru, melalui berbagai data dan kemudian mengintegrasi hal tersebut,” kata dia.
Halaman Selanjutnya
Nur mengungkapkan, peta tersebut disusun sesuai jenis-jenis jabatan/okupasi/profesi yang ada di bidang ekonomi hijau, yakni energi terbarukan, pertanian, manufaktur, konstruksi, dan jasa (pariwisata). Agar, terciptanya pekerjaan hijau yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, sehingga dapat mendorong ekonomi hijau dalam mencapai Indonesia Emas 2045.