Jakarta – Setelah penunjukan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), penyidik Subdit Tipikor, Direktorat Reserse Krimibal Khusus, Polda Metro Jaya telah mengirimkan surat permohonan cekal ke luar negeri ke Ditjen Imigrasi, Kemenkumkam. Dalam surat tersebut, pencekalan berlaku sampai 20 hari.
“Dilakukan permohonan pencegahan ke luar negeri atas nama tersangka FB selaku Ketua KPK RI selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jumat (24/11).
Sumanjuntak membantah pendapat bahwa pihaknya tidak profesional dalam menangani kasus ini hingga menetapkan Firli sebagai tersangka.
“Hak tersangka dan kuasa hukumnya. Penyidik akan profesional, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan penyidikan,” kata Simanjuntak.
Namun, Simanjuntak menolak mengurai hasil penyelidikan tersebut dengan alasan kerahasiaan penyidik.
“Menyangkut materi penyidikan. Pada prinsipnya, dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi, kami temukan fakta penyidikan terjadinya beberapa kali pertemuan dan diduga penyerahan uang,” ujar Simanjuntak.
Simanjuntak menyatakan bahwa timnya akan memeriksa pimpinan KPK lainnya dalam kasus ini, seperti Alexander Marwata, Johanis Tanak, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pamolangan.
Keempat pimpinan KPK tersebut akan diperiksa dengan status saksi sebelum penyidik memeriksa Firli.
“Sebelum pemanggilan tersangka FB,” ungkap Simanjuntak.
Simanjuntak juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan bukti adanya kasus pemerasan, termasuk bukti berupa dokumen penukaran mata uang asing senilai Rp7,4 miliar.
Firli dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12b, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
Ancaman hukumannya berupa pidana penjara maksimal seumur hidup atau denda paling banyak Rp1 miliar. VN-SAP