Kamis, 2 November 2023 – 19:06 WIB
Jakarta – Negeri Tirai Bambu saat ini masih dalam suasana berduka setelah Mantan Perdana Menteri (PM) China Li Keqiang, meninggal dunia, di Shanghai, pada Jumat lalu, 27 Oktober 2023.
Media pemerintah CCTV melaporkan Li Keqiang meninggal setelah mengalami serangan jantung pada Kamis, 26 Oktober, tepatnya pada tengah malam. Beberapa pengamat mengatakan kematian tak terduga mantan perdana menteri Tiongkok itu telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi gejolak di kalangan petinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT).
Kematian mendadak Li Keqiang terjadi setelah beberapa kali penghilangan misterius dan pergantian pejabat senior rezim. Kematian mantan PM China itu juga meningkatkan spekulasi mengenai pertikaian politik di kalangan elit penguasa Partai Komunis Tiongkok.
Seorang pakar sejarah Tiongkok dan komentator politik, Wu Zuolai menyebut kematian Li Keqiang tidak normal, dan menekankan bahwa banyak orang cenderung mengaitkannya dengan pertikaian politik di dalam kepemimpinan puncak PKT.
Di usia 68 tahun, Li Keqiang tentunya relatif muda dibandingkan dengan tokoh berpengaruh lainnya di PKT, sehingga semakin memicu spekulasi baik di dalam maupun luar negeri China.
Menanggapi hal ini, Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) menilai sangat wajar jika kematian Li Keqiang menjadi sorotan dunia, termasuk dari kalangan mahasiswa. Peneliti sekaligus koordinator AMI, Andi Setya Negara mengatakan, pemikiran Li Keqiang yang sangat reformis yang bertentangan dengan kebijakan Presiden Xi Jinping bisa saja menjadi pemicu banyak pihak yang mengkait-kaitkan kematiannya.
“Semasa hidupnya, Li Keqiang yang memiliki pemikiran reformis, pernah dipandang sebagai salah satu pesaing kuat calon pemimpin utama Partai Komunis Xi Jinping,” kata Andi Setya Negara, pada Kamis, 2 November 2023.
Selama ini, lanjut Andi, Li Keqiang juga dipandang sebagai pendukung ekonomi pasar yang lebih liberal di China, tapi harus tunduk pada preferensi Xi untuk lebih banyak mengontrol negara. Pengaruhnya terhadap kebijakan ekonomi dan keuangan juga telah berkurang, karena upaya Xi untuk mengkonsolidasikan kendali Partai atas negara tersebut.
Meninggalnya Li Keqiang yang terkesan mendadak juga bertepatan dengan krisis ekonomi Tiongkok, dengan sektor real estat di ambang kehancuran dan pengangguran kaum muda mencapai rekor tertinggi. Kematian pejabat senior Partai lainnya dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan gejolak politik yang sedang berlangsung di dalam tubuh PKT.
“Dari laporan sejumlah media massa, dalam beberapa tahun terakhir, Li Keqiang selalu dibayangi oleh seorang ekonom dan juga anggota politbiro PKT bernama Liu He, yang menjadi loyalis Xi Jinping,” ujar Andi.
Para analis berpendapat bahwa ketidaksepakatan Li Keqian dengan Xi Jinping, khususnya mengenai peningkatan kendali Partai di semua aspek kehidupan dan tindakan keras peraturan terhadap sektor swasta sejak 2021, dapat menjadi ancaman terhadap kekuasaan Xi Jinping. Li Keqian sendiri diketahui mendukung liberalisasi pasar dan menganjurkan kebijakan reformasi, yang sebelumnya diperkenalkan oleh Deng Xiaoping pada 1979.
“Kematian Li mengingatkan kita pada meninggalnya Hu Yaobang, seorang reformis liberal pada tahun 1989. Kematiannya memicu protes mahasiswa pro-demokrasi,” ucapnya.
Berbeda dengan tahun 1980-an, Partai Komunis Tiongkok telah membentuk negara pengawasan, sehingga membuat peringatan berskala besar tidak mungkin dilakukan. “Meski saat ini mahasiswa dan rakyat Tiongkok tidak bisa menggelar protes massal seperti demonstrasi yang dipicu oleh kematian Hu Yaobang pada April 1989, meninggalnya Li Keqian mungkin akan semakin melemahkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan Xi Jinping,” pungkasnya.