Pakar Hukum Tata Negara: Pencalonan Gibran Cacat Legitimas Akibat Manuver Inkonstitusional di MK

by -119 Views

Jakarta – (VanusNews) Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harjanti mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara 90/PUU-XXI/2023 adalah cacat legitimasi setelah Majelis Mehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus Ketua MK Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat.

“Ketika kita bicara pencalonan, legitimasi, itu kan bisa dilihat dari berbagai perspektif, ada politik, hukum. Secara umum legitimasi orang masih dilihat legal, pertanyaan ketika putusan perkara 90 dijadikan dasar hukum untuk pencalonan, apa itu memenuhi syarat hukum tertentu?,” kata Prof Susi pada wartawan, Jumat (10/11/2023).

Sejak awal, tutur Prof Susi, permohonan uji materi usia Capres-Cawapres bermasalah.

“Mulai dari hukum acara, legal standing, pemohon tidak punya legal standing itu diamini Hakim Suhartoyo, yang kini menjadi Ketua MK, perkara yang ditarik, diperiksa kembali dan putusannya. Dengan begitu banyak persoalan yang dihadapi putusan 90 itu, kemudian putusan itu dipertanyakan, apalagi dengan putusan MKMK, Ketua MK diberhentikan dari jabatannya. Ini semakin menunjukkan apakah putusan 90 menjadi dasar hukum yang kuat bagi pencalonan Gibran?,” papar Prof Susi.

Manuver Inkonstitusional

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action disingkat (CISA) Herry Mendrofa menilai pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan membuka pelanggaran lebih lanjut karena berawal dari proses pencalonan yang diwarnai pro-kontra dan pelanggaran etik.

“Saya kira calon ini banyak minusnya sebenarnya, dari sudut pandang etik, manuver, tentunya yang bisa dikategorikan pelanggaran pemilu,” kata Herry.

Menurut Herry, persoalan legitimasi juga menjadi sorotan dari pasangan tersebut.

Pasalnya, lanjut Herry, otoritas seorang pemimpin didasarkan pada legitimasi.

“Ketika legitimasi dipersoalkan, pemimpin tersebut ditakutkan akan memicu pelanggaran yang lain. Ya, jelas akan ada banyak manuver yang inkonstitusional. Pelanggaran-pelanggaran etik, konstitusi, itu saja. Mengarah ke sana,” ungkap Herry.

Selain itu, Herry mengkhawatirkan adanya penggunaan otoritas untuk menutupi kesalahan dan memunculkan pelanggaran selanjutnya.

“Karena menggunakan otoritas. Jadi pasti arahnya akan ada pelanggaran-pelanggaran selanjutnya. Kita meyakini hal itu bisa saja terjadi karena dari awal sudah diwarnai pelanggaran,” tegas Herry.

Herry menduga pelanggaran terkait penggunaan alat negara dalam pemilu juga terkait dengan otoritas.

“Ini tidak semua bisa ditegakkan, karena dari pencalonan saja sudah pelanggaran etik. Apalagi hanya dengan alat peraga kampanye,” tukas Herry.

Herry juga mengkhawatirkan nantinya akan muncul ketidaknetralan dari aparat penegak hukum dalam Pemilu 2024.

“Saya mengkhawatirkan kalau misalnya nanti arahnya ada upaya menggerakkan aparat penegak hukum, saya minta itu tidak terjadi,” pungkas Herry Mendrofa. VN-DAN