Gestur Gibran dan Friksi Antara Geng Solo dan Geng Pacitan

by -19 Views

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menarik perhatian publik karena tidak berjabat tangan dengan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dalam sebuah acara resmi. Tindakan ini dipandang sebagai pesan politik dan kembali memunculkan isu ketegangan antara pendukung Presiden Joko Widodo, yang dikenal sebagai “Geng Solo,” dengan kelompok yang terkait dengan keluarga mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, atau “Geng Pacitan.” Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menilai bahwa insiden tersebut memiliki implikasi politik yang kuat, terutama setelah Pemilu 2024 dan menjelang konsolidasi pemerintahan baru Prabowo-Gibran.

Muslim menyoroti bahwa dalam politik, ekspresi non-verbal kadang lebih signifikan daripada kata-kata. Peristiwa ini berlangsung saat Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Udara Suparlan, Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung Barat. Sikap Gibran yang menjauhi jabat tangan dilihat sebagai simbol dari distansi politik antara dirinya dan AHY. Gestur tersebut dapat diinterpretasikan sebagai pesan kepada Partai Demokrat bahwa akses ke lingkaran kekuasaan pemerintahan mendatang tidak sepenuhnya terbuka. Muslim menyatakan bahwa Gibran memberikan isyarat bahwa hubungan dengan AHY sedang memanas.

Ketegangan ini memiliki potensi untuk mempengaruhi stabilitas koalisi Prabowo-Gibran. Demokrat dapat menggunakan keadaan ini untuk meraih dukungan politik dan memperjuangkan pemakzulan terhadap Gibran. Meskipun begitu, politik Indonesia bersifat sangat dinamis dan situasi dingin ini bisa saja hanya menjadi strategi sementara untuk meningkatkan posisi tawar politik. Rivalitas antara Geng Solo dan Geng Pacitan memiliki sejarah panjang, dengan hubungan yang tidak selalu harmonis mulai dari masa pemerintahan SBY.

Diperkirakan bahwa masyarakat akan menyaksikan pertarungan pengaruh antara kedua kelompok ini di masa depan, baik dalam kebijakan maupun dalam persaingan untuk menguasai figur-strategis di pemerintahan. Jika ketegangan terus meningkat, tidak mengherankan jika peta politik dalam beberapa bulan mendatang berubah dari apa yang diprediksi pasca pemilu.

Source link