Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, TB. Chaerul Dwi Sapta, menegaskan bahwa status UNESCO Global Geopark (UGGp) tidak sekadar sebagai pengakuan internasional, tetapi juga sebagai tanggung jawab untuk memastikan tata kelola kawasan tetap sesuai standar global dan memberikan manfaat kepada masyarakat melalui edukasi, konservasi, dan penguatan ekonomi lokal berbasis pariwisata berkelanjutan. Hal ini disampaikannya dalam pembukaan Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah untuk Pengelolaan UNESCO Global Geopark di Jakarta. Chaerul memperhatikan tantangan kompleks dalam pengelolaan geopark seperti keterbatasan anggaran, peningkatan kapasitas SDM, dan pemenuhan kewajiban revalidasi UNESCO setiap empat tahun. Beliau menekankan konsistensi dalam tata kelola agar kawasan tidak kehilangan status sebagai geopark global. Kemendagri menargetkan tiga keluaran utama dari Rakor ini, yaitu penyusunan arah kebijakan pengelolaan UGGp yang lebih terpadu, penguatan kolaborasi lintas kementerian/lembaga dan daerah, serta rekomendasi strategis untuk memperkuat keberlanjutan geopark di Indonesia. Rakor ini dihadiri oleh 12 daerah pemilik UNESCO Global Geopark di Indonesia, dan merupakan wadah untuk sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, komunitas, akademisi, dan pengelola geopark di lapangan. Rakor berakhir dengan ajakan untuk menjadikan Indonesia sebagai contoh dalam pengelolaan geopark yang melindungi warisan geologi, mengangkat budaya lokal, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penetapan sebagai UNESCO Global Geopark memberikan pengakuan internasional dan manfaat langsung bagi masyarakat melalui penguatan ekonomi lokal serta pelestarian budaya. Geopark juga mendorong perkembangan usaha berbasis komunitas, literasi lingkungan, dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan kawasan untuk pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan Sinergi Pusat-Daerah untuk UNESCO Global Geopark





