Dunia kekuasaan sering diibaratkan sebagai panggung sandiwara, di mana semua orang berlomba-lomba untuk tampil ketika lampu sorot menyala. Namun, saat tirai ditutup, aktor utama pun bisa dilupakan begitu saja. Transisi kekuasaan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto memberikan gambaran tentang bagaimana loyalitas di sekitar kekuasaan seringkali hanyalah kepura-puraan yang dibungkus rapi.
Jokowi, yang dulu dielu-elukan sebagai pemimpin karismatik, kini lebih banyak mendapat sorotan negatif setelah masa jabatannya berakhir. Kontroversi seputar ijazahnya menjadi fokus baru yang menggantikan masa kejayaannya. Di sisi lain, Prabowo mengalami transformasi yang kontras. Dari sosok yang kontroversial dan penuh kritik, kini ia menjadi pusat perhatian karena mendapat pujian. Mereka yang dulu mencela kini mencoba mendekat, memuji, dan bahkan mencari peluang untuk mendekati lingkar kekuasaan.
Dalam dinamika kekuasaan politik, loyalitas dan sorotan publik dapat berubah dengan cepat. Hal ini mengajarkan kita bahwa dunia kekuasaan tidak selamanya memberi simpati atau dukungan yang tulus, melainkan seringkali hanya kepura-puraan untuk kepentingan pribadi. Artinya, kebesaran dan ketenaran bisa segera hilang begitu pemeran utama sudah tak lagi berada di atas panggung.