Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) telah terbukti memberikan manfaat lebih dari sekadar kesehatan bagi para siswa, ibu hamil, dan balita—program ini juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Dalam waktu tujuh bulan sejak pelaksanaan, program ini berhasil menciptakan lapangan kerja langsung untuk 94.000 individu, tersebar di 2.391 Unit Layanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.
Peningkatan angka pekerjaan sejalan dengan ekspansi unit SPPG di berbagai daerah. Dari 7.000 pekerja pada bulan Januari, angka tersebut meningkat menjadi 68.000 pada bulan April, kemudian 72.000 pada akhir Juni, dan melonjak signifikan menjadi 94.000 pada akhir Juli.
Penyerapan anggaran juga meningkat seiring dengan pertumbuhan tersebut. Perkiraan dana senilai IDR 1–2 triliun telah diberikan selama fase awal program (Januari–April), yang kemudian bertumbuh menjadi IDR 4,4 triliun pada awal Juni, dan mencapai IDR 5,1 triliun pada akhir semester pertama tahun 2025—setara dengan 7,1% dari total alokasi IDR 71 triliun untuk program ini.
Menurut Fithra Faisal, Penasehat Senior di Kantor Komunikasi Presiden (KPC), program MBG telah memberikan dampak signifikan pada ekonomi riil, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja.
“Inisiatif ini membuka peluang ekonomi baru bagi komunitas lokal,” kata Fithra di Jakarta, Kamis (31 Juli).
Dia menambahkan bahwa penciptaan lapangan kerja diharapkan akan berakselerasi di paruh kedua tahun ini, seiring dengan percepatan penyaluran anggaran. Semakin banyak SPPG yang didirikan dan semakin banyak penerima manfaat yang dilayani, semakin besar pula penyerapan fiskal dan potensi lapangan kerja.
Badan Gizi Nasional (BGN) memproyeksikan bahwa pada bulan Agustus, Program MBG akan menjangkau 20 juta penerima manfaat melalui 8.000 unit operasional SPPG. Berdasarkan proyeksi ini, penyerapan anggaran total diperkirakan akan mencapai IDR 8 triliun.
Untuk lebih mendukung inklusi tenaga kerja, BGN berencana merekrut staf dapur SPPG dari keluarga yang tinggal dalam garis kemiskinan ekstrim dan kelompok berpendapatan rendah (dekil 1 dan 2). Dari 47 anggota staf yang biasanya bekerja di setiap SPPG, setidaknya 30% akan berasal dari rumah tangga yang rentan secara ekonomi.
Fithra melihat hal ini sebagai langkah strategis untuk membantu mengurangi kemiskinan ekstrim.
“Kebijakan ini memperkuat kapasitas operasional program, terutama dalam logistik dan manajemen, sambil memberdayakan komunitas berpendapatan rendah,” demikian disimpulkan olehnya.