Ketua DPR RI, Puan Maharani, menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah dengan tegas. Puan menyatakan bahwa putusan tersebut bertentangan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan pemilu setiap lima tahun sekali secara serentak. Dia menegaskan bahwa seluruh fraksi di DPR akan bersikap seragam dalam hal ini, termasuk kemungkinan menyikapinya secara resmi di parlemen.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Komaruddin Watubun, juga memberikan dukungan serupa. Menurutnya, keputusan MK telah melampaui kewenangan dengan campur tangan dalam teknis penjadwalan pemilu, yang seharusnya menjadi wewenang DPR dan pemerintah. PDIP telah berdiskusi dengan pakar hukum tata negara, termasuk Mahfud MD, untuk membahas konsekuensi keputusan MK tersebut, namun belum ada keputusan resmi dari fraksi tersebut.
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menyatakan pemilu daerah harus digelar minimal dua tahun setelah pemilu nasional menuai kontroversi karena dianggap melanggar prinsip-prinsip konstitusi. Di sisi lain, Puan juga menyoroti kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan (ADP), yang menjadi misterius. Puan mendesak kepolisian untuk segera menuntaskan penyelidikan dan mengungkap pelaku di balik kematian tersebut. Penyidikan awal belum menemukan tanda-tanda kekerasan atau kehilangan barang berharga pada tubuh korban. Kesimpulan penyidikan diharapkan selesai dalam waktu sekitar satu pekan setelah hasil autopsi dan pemeriksaan forensik lebih lanjut.