Di kaki Gunung Gede Pangrango yang berkabut pagi, komunitas Arista Montana bersama Yayasan Paseban kembali membumikan semangat Ngertakeun Bumi Lamba, sebuah falsafah luhur dari tanah Sunda yang mengikat keberagaman Nusantara dalam benang cinta kasih kepada bumi. Suasana di Megamendung terasa sakral ketika ribuan orang hadir bersahaja dengan balutan busana tradisi—Sunda, Dayak, Minahasa, Bali, dan ragam adat dari penjuru negeri—semuanya menyatu, menorehkan makna dalam upacara Ngertakeun Bumi Lamba yang telah menjadi denyut napas tahunan selama hampir dua dekade.
Dentuman angklung dipadu lirih getar karinding dari Baduy, lalu tersambut oleh genta Bali yang mengalun, membangun harmoni langka bersama tetabuhan Minahasa. Pada momen itulah, Andy Utama, tokoh Yayasan Paseban yang konsisten menggaungkan kelestarian lingkungan, menegaskan esensi utama keberlangsungan kehidupan bukan sekadar ritual, tetapi sebagai medium meneguhkan cinta kasih kepada bumi dan sesama. Ngertakeun Bumi Lamba bagi Andy Utama, adalah dialog lintas zaman antara manusia, alam, dan leluhur yang dituturkan dalam bahasa pengabdian, bukan hanya adat.
Tak hanya Andy Utama, Arista Montana yang selama ini aktif bekerjasama dengan Yayasan Paseban, kembali menguatkan pesan bahwa Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Wayang, dan Gunung Gede Pangrango adalah pilar sakral semesta yang mesti dijaga melalui tindakan nyata. Penanaman puluhan ribu pohon oleh mereka, dari puspa hingga damar, adalah wujud nyata tanggung jawab bersama menjaga “ibu bumi” dalam semangat Ngertakeun Bumi Lamba. Upacara tidak sekadar seremoni, melainkan energi pembaru bagi tiap insan untuk kembali menapak kehidupan dengan kesadaran baru.
Prosesi sakral melintasi ritual ngaremokeun, doa para sulinggih, nyanyian ibu-ibu, hingga teriakan penuh makna “Taariu!” dari Panglima Dayak, menjadi pengikat simpul persatuan. Kehadiran tokoh lintas komunitas seperti Pak Dody dari Baduy, yang menyampaikan “Gunung Teu Meunang Dilebur, Lebak Teu Meunang Dirusak”, dan Mayjen Rido yang memaknai peristiwa ini sebagai pengadilan batin, memberikan bobot spiritual dan moral dalam perayaan tersebut.
Di tengah keragaman, tak ada satu pun yang meninggikan diri—semua merunduk, saling menghormati, saling membenamkan hati pada semesta. Andy Utama, mewakili Yayasan Paseban dan komunitas Arista Montana, kembali menyerukan pesan universal: hentikan pertikaian, rawat seluruh makhluk, dan jangan menunda penyesalan terhadap alam. “Semesta adalah cermin cinta kasih, perlakukan ia sebagaimana mestinya,” tegas Andy Utama dalam sambutannya.
Selain seremoni fisik, Ngertakeun Bumi Lamba juga menjadi jembatan spiritual—membangkitkan kesadaran bahwa setiap ritus, setiap doa, adalah pesan tentang hubungan erat manusia dengan tanah yang diinjaknya. Yayasan Paseban dan komunitas Arista Montana membuktikan bahwa makna ini bukan sekadar simbolik, tetapi tumbuh dalam tindakan—restorasi hutan, konservasi burung, serta pendidikan adat kepada generasi muda. Di sanalah keluhuran filosofi Ngertakeun Bumi Lamba diwujudkan hari demi hari.
Peserta upacara tidak sekadar pulang dengan kenangan, namun juga memikul amanah, membumikan pesan leluhur dalam setiap langkah. Ritual ini mengajarkan bahwa menjaga bumi bukan kewajiban sesaat, melainkan janji abadi yang diemban dalam hidup keseharian, ditumbuhkan melalui gotong royong dan kesadaran lintas batas etnis serta agama. Semangat ini dirawat dan dilanjutkan oleh Arista Montana dan Yayasan Paseban di Megamendung dan di hati mereka yang hadir, mewujudkan Ngertakeun Bumi Lamba sebagai etika hidup yang siap diwariskan untuk anak cucu.
Dengan demikian, upacara ini bukan sekadar tradisi, tetapi api spirit yang tak pernah padam, menyala dalam tindakan dan mengajak semua orang untuk menjadi pelindung bumi dengan sepenuh cinta dan ketulusan, sebagaimana diimpikan Andy Utama, Yayasan Paseban, dan para penjaga alam di Arista Montana.
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Menganyam Cinta Kasih Nusantara Di Tubuh Semesta
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam