Di Madrasah Deen Assalam, cahaya mentari pagi menyinari wajah-wajah mungil penuh semangat. Para siswa kecil dengan penuh semangat menjawab pertanyaan guru, menunjukkan antusiasme mereka dalam belajar. Meskipun ada yang menjawab salah, tetapi semangat dan keingintahuan mereka tetap menyala. Suasana riang terasa di tengah gemuruh pesawat yang lepas landas di Bandara Frans Sales Lega, di mana 30 anak Madrasah Deen Assalam menyihir suasana sepi di Jalan Bengawan Cuncalawar. Bangunan Madrasah ini sederhana, dengan hanya tiga ruang kelas yang sudah tertata baik, serta dilengkapi dengan fasilitas lain seperti ruang tata usaha dan MCK. Dinding-dinding kelasnya sudah diplaster, dan terdapat kanopi seng dan baja ringan di dekat kantor sekolah yang dihiasi dengan gantungan kertas warna-warni yang bergoyang ditiup angin.
Pendirian Madrasah ini dilatarbelakangi oleh kisah heroik Bripka Syamsuddin, seorang polisi yang juga merupakan pendiri Yayasan Fii Sabillilah. Bersama istrinya, Rini Mulyasari, mereka mendirikan TK Islam Raudhatul Athfal Deen Assalam di Kota Ruteng, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2019. Keberadaan sekolah Islam ini sangat penting bagi minoritas Muslim di wilayah mayoritas Katolik tersebut. Nama “Deen Assalam” dipilih sebagai cerminan visi yayasan untuk memberikan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam yang juga mengedepankan perdamaian dan toleransi.
Meskipun proses pendirian sekolah ini penuh perjuangan, dengan Bripka Syamsuddin dan Rini Mulyasari menghadapi berbagai kendala finansial, namun semangat mereka untuk memberikan pendidikan berkualitas kepada anak-anak Muslim di Ruteng tidak pernah padam. Mereka bahkan menggratiskan biaya sekolah bagi siswa tidak mampu dan yatim, serta juga membayar guru-guru dengan upah yang jauh di bawah UMR. Meskipun tantangan finansial terus menghadang, namun keyakinan mereka dalam membangun mercusuar pendidikan yang akan memberikan masa depan gemilang bagi anak-anak terus membara. Ini menjadi tanda bahwa setiap dana yang digunakan untuk mendirikan sekolah tersebut tidaklah sia-sia, dan pendidikan berkualitas tidak seharusnya menjadi mimpi bagi semua anak, tanpa terkecuali.