Dosen Hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengevaluasi langkah DPR yang mengusulkan evaluasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib DPR). Menurut Herdiansyah, hal ini keliru karena Tatib DPR tidak dapat menggantikan Undang-undang. Dia menegaskan bahwa keputusan pencopotan tidak dapat hanya berdasarkan pada Tatib, melainkan harus merujuk pada Undang-undang sebagai dasar hukum yang sah.
Herdiansyah juga mempertanyakan motif dari DPR dalam mengevaluasi pimpinan instansi yang telah melalui uji kelayakan dan kepatutan. Dia menyatakan bahwa langkah ini dapat disalahgunakan dan merupakan cara berpikir yang keliru. DPR telah merevisi Peraturan Tata Tertib melalui penambahan Pasal 228A yang memungkinkan evaluasi terhadap pejabat yang sudah ditetapkan melalui uji kelayakan dan kepatutan.
Meskipun DPR memiliki wewenang untuk memberikan persetujuan terhadap pimpinan lembaga eksekutif dan yudikatif, revisi Tatib DPR ini banyak menuai kontroversi. Ketua Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul, mengatakan bahwa revisi ini dilakukan berdasarkan usulan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Meski revisi ini disetujui oleh sebagian besar fraksi, ada penolakan dari beberapa pihak, seperti PKS.
Dengan demikian, evaluasi terhadap pimpinan KPK dan MK melalui Tatib DPR dapat menimbulkan kekhawatiran terkait keabsahan hukumnya dan potensi penyalahgunaan wewenang. Keputusan ini perlu dipertimbangkan secara mendalam agar tidak menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan tugas lembaga negara yang bersangkutan.