Indonesia Tidak Menerapkan Lisensi Langsung UU Hak Cipta 28/2014 dalam Indonesian Royalty Watch (IRW)

by -14 Views

Jakarta – (VanusNews) Indonesian Royalty Watch (IRW) mengatakan bahwa Indonesia tidak mengakui istilah Direct License (Pembayaran Royalti langsung ke pencipta) sesuai dengan Undang Undang Hak Cipta (UUHC) Nomor 28 Tahun 2014. Semua pembayaran royalti harus dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)/Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

“Jika seorang pencipta lagu menyebut tentang pembayaran royalti secara langsung (Direct License), Indonesia, berdasarkan UUHC 28 tahun 2014, tidak mengakui hal tersebut. Semua sudah diatur melalui mekanisme dengan melalui LMK/LMKN, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri,” tegas Ketua Umum Indonesian Royalty Watch (IRW), HM. Jusuf Rizal, S.H kepada media di Jakarta.

Penjelasan dari Jusuf Rizal, pria keturunan Madura-Batak tersebut disampaikan sebagai tanggapan terhadap laporan penyanyi Agnes Monica yang dilaporkan oleh pencipta lagu Ari Bias dan pengacaranya, Minola Sebayang, ke Bareskrim Mabes Polri dan Pengadilan Niaga Jakarta atas pelanggaran UUHC Pasal 9 Ayat 1,2 dan 3, yang menggunakan lagu tanpa izin.

Publik telah mengetahui bahwa dalam konser Agnes Monica di tiga kota, yaitu Jakarta, Bandung, dan Surabaya, dia membawakan lagu ciptaan Ari Bias. Ari Bias merasa tidak pernah memberikan izin untuk lagu tersebut, karena Ari Bias menerapkan Direct License untuk setiap lagunya. Dia juga tidak menerima royalti atas penggunaan lagu ciptaannya.

Sudah ada somasi yang dilakukan oleh pihak Ari Bias kepada Agnes Monica namun tidak mendapat respon. Ari Bias menginginkan pembayaran royalti sebesar Rp.500 juta untuk setiap kota atau total Rp.1,5 miliar atas lagu yang digunakan di ketiga kota tersebut. Meskipun Ari Bias telah melaporkan ke Pengadilan Niaga Jakarta, Agnes Monica masih tidak memberikan respons.

Menurut IRW, ada beberapa alasan kenapa Agnes Monica tidak merespon somasi, laporan ke Bareskrim Mabes Polri, dan Pengadilan Niaga Jakarta atas pelanggaran UUHC Pasal 9 Ayat 1,2 dan 3 yang dilakukan oleh pihak Ari Bias didampingi oleh pengacara Minola Sebayang.

Pertama, kata Jusuf Rizal, Agnes Monica mungkin merasa tidak melanggar UUHC sebagaimana yang dituduhkan. Karena Agnes Monica bisa saja menggunakan Pasal 23 UUHC Ayat 5 yang menyatakan bahwa setiap orang dapat menggunakan ciptaan secara komersial dalam suatu pertunjukan tanpa izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar royalti kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di mana pencipta tersebut berada.

Kedua, sesuai dengan UUHC Pasal 87, setiap orang tidak dilarang untuk menggunakan karya orang lain secara komersial asalkan telah membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Artinya, siapapun boleh menggunakan lagu ciptaan orang lain asalkan mematuhi ketentuan Pasal 87 UUHC.

Masyarakat bertanya apakah hak eksklusif pencipta lagu terlindung sesuai Pasal 9.

Benar, UUHC Pasal 9 sudah melindungi dan mengakui bahwa hak moral dan hak ekonomi para pencipta dilindungi oleh UUCH. Namun, Pasal 9 tidak berdiri sendiri. Diperlukan regulasi teknis yang dijelaskan di Pasal 23 UUHC dan pembayaran royaltinya diatur di Pasal 87 serta Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.

“Menurut IRW, laporan yang dibuat oleh Ari Bias ke Bareskrim Mabes Polri dan Pengadilan Niaga Jakarta atas pelanggaran UUHC hanya berdasarkan Pasal 9 UUHC terasa lemah. Karena mungkin saja Agnes Monica telah membayar royalti sesuai dengan ketentuan Pasal 23 dan 87 UUHC,” tegas Jusuf Rizal, Ketua LBH LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat).

Ketiga, lanjut Jusuf Rizal, Indonesia sesuai dengan UUHC tidak mengakui istilah Direct License (Pembayaran Langsung) Royalti kepada para pencipta atas lagu ciptaannya yang digunakan secara komersial. Karena UUHC sudah mengatur dengan jelas bahwa para pencipta lagu hak moral dan ekonominya dilindungi secara umum.

Jika seorang pencipta lagu menyatakan bahwa setiap lagu ciptaannya harus menggunakan Direct License untuk digunakan secara komersial, menurut IRW, itu merupakan pelanggaran terhadap UUHC.

Jika tidak setuju dengan UUHC 28 Tahun 2014, pilihannya hanya mengikuti aturan atau meninggalkan Indonesia. Pencipta lagu dapat mematuhi aturan di negara yang menggunakan Direct License untuk pembayaran royalti. Atau bisa mengusulkan perubahan pada UUHC 28/2014. Selama belum ada perubahan, siapapun harus patuh pada UUHC 28/2014.

“Menurut IRW, jika seorang pencipta lagu memaksa para pengguna lagu ciptaannya untuk membayar royalti langsung (Direct License), itu dapat dilaporkan sebagai pelanggaran UUHC. Dalam kasus Agnes Monica, Ari Bias juga bisa dilaporkan atas pelanggaran UUITE 27A, jika ternyata Agnes Monica telah melaksanakan Pasal 23 Ayat 5 dan Pasal 87 serta Peraturan Pemerintah dan Permen,” tegas Jusuf Rizal, Ketua Indonesian Journalist Watch (IJW) itu. (*)