Jakarta, VIVA – Ketua DPR RI Puan Maharani membuka forum Indonesia-Africa Parliamentary Forum (IAPF) di Bali. Puan mengungkapkan sejarah panjang hubungan Indonesia-Afrika yang dimulai sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955 pada masa pemerintahan Presiden pertama RI Soekarno.
“Terima kasih atas kehadiran para Pimpinan dan Anggota Parlemen dari negara-negara Afrika dalam Indonesia-Africa Parliamentary Forum,” kata Puan di Bali, Minggu, 1 September 2024.
Melalui IAPF, Puan menyatakan bahwa Indonesia dan negara-negara Afrika memasuki babak baru dalam hubungan mereka. Dia juga mengingatkan akan pentingnya pelaksanaan KAA di mana Indonesia berperan sebagai pelopor.
“Pada tahun 1955, 69 tahun yang lalu, Konferensi Asia Afrika (KAA) menjadi tonggak sejarah dalam memperkuat persaudaraan dan solidaritas antara bangsa-bangsa di Asia dan Afrika,” jelas politikus PDIP tersebut.
KAA yang dibuka oleh Presiden pertama RI Soekarno atau Bung Karno merupakan sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika. Saat itu, banyak negara Afrika dan Asia baru saja meraih kemerdekaan.
Pertemuan tersebut berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung, dengan tujuan untuk mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan antara Asia dan Afrika serta melawan kolonialisme atau neokolonialisme.
“Solidaritas saat itu dimaksudkan untuk memperjuangkan kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika,” jelas Puan.
Dia menyatakan bahwa situasi saat ini berbeda dengan pelaksanaan KAA. Puan menegaskan bahwa pada tahun 1955, Pemerintah memiliki peran dominan dalam memperkuat kerjasama antara Asia dan Afrika.
“Tetapi pada tahun 2024 ini, Parlemen menjadi faktor penting dalam memperkuat kerjasama antara dua benua,” ungkap cucu Bung Karno tersebut.
Menurutnya, pada tahun 1955, keputusan penting diambil oleh pemerintah. “Namun saat ini, Pemerintah perlu berdiskusi dengan Parlemen untuk menjalankan kerjasama internasional,” tambah Puan.
Menurut Puan, membangun kerjasama antara Parlemen berarti memperluas hubungan antara Afrika dan Indonesia menjadi lebih inklusif. Selain itu, Puan melihat adanya peningkatan hubungan antara RI dan Afrika melalui kerjasama antar parlemen.
“Hal ini juga berarti bahwa kita memperluas hubungan antara masyarakat secara keseluruhan, karena Parlemen adalah perwakilan dari rakyat,” jelas mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu.
Puan menambahkan, Parlemen dapat mendorong dan berkolaborasi dengan Pemerintah dalam memperkuat kerjasama internasional, terutama antara negara-negara berkembang.
“Untuk memperluas kemitraan antara Afrika dan Indonesia, kita harus menghargai perbedaan di antara kita, dan mencari kesamaan,” ujar Puan.
Puan juga mengingatkan pernyataan Soekarno dalam pidatonya di KAA dengan judul “Unity in Diversity Asia-Africa”. Menurutnya, pesan yang disampaikan oleh Bung Karno masih relevan hingga saat ini.
“Bahwa keberagaman dalam budaya, sosial, dan kebangsaan bukanlah sesuatu yang memecah belah, melainkan sesuatu yang menyatukan kita,” ujar Puan mengutip kata-kata Soekarno.
Selain itu, Puan juga menanyakan sejumlah pertanyaan kepada para delegasi terkait IAPF: bagaimana IAPF dapat memperkuat hubungan antara negara-negara Afrika dan Indonesia? Selain itu, bagaimana IAPF dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang diwakili mereka?
“Pertanyaan relevan ini akan kita jawab melalui dialog dan diskusi yang kita lakukan hari ini, pertemuan bilateral, dan kunjungan lapangan besok,” ujar Puan.
Sebagai tuan rumah, DPR memilih tema ‘Memperkuat Kemitraan Parlemen Indonesia-Afrika untuk Pembangunan’ dalam forum IAPF.
Forum Parlemen RI-Afrika terdiri dari tiga sesi diskusi yang membahas isu-isu penting seperti kerjasama untuk kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, pembentukan masyarakat yang tangguh melalui inisiatif kesehatan dan kedaulatan pangan. Juga, pemanfaatan potensi perdagangan dan investasi untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Puan menyampaikan pentingnya kepada parlemen RI dan Afrika untuk merencanakan kerjasama di masa depan dalam bidang yang saling menguntungkan. Terlebih lagi, Afrika telah memiliki Agenda 2063: The Africa we Want.
“Agenda ini menjadi panduan untuk mengubah Afrika menjadi kekuatan utama dunia di masa mendatang,” kata Puan.
Halaman Selanjutnya
“Solidaritas saat itu dimaksudkan untuk memperjuangkan kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika,” jelas Puan.