LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -90 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Bab Pengalaman I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin tangguh, pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani menentang kolonisasi dan dominasi oleh bangsa lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Terkadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung melupakan cerita-cerita leluhur kita. Seringkali kita melupakan sejarah kami dan mempertanyakan identitas kami sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Dia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Dia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jago Timur.

Sejak kecil, terlihat bahwa dia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain pintar, dia juga mahir dalam berdagang. Oleh karena itu, dia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Dia juga sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan memperkenalkannya pada pengetahuan dan seni diplomasi serta perang. Ayahnya beberapa kali mempercayakan padanya untuk menjadi duta besar yang mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika dia baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan Sultan Hasanuddin terlihat dalam penolakannya yang teguh terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuasaan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan memegang teguh prinsip nenek moyangnya bahwa dia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk memastikan kemakmuran rakyat.

Selama pemerintahannya, Kesultanan Gowa memiliki peran penting dalam kegiatan perdagangan di Nusantara, terutama Nusantara timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan laut. Kesultanan menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk mengendalikan Kesultanan. Hal ini akhirnya memicu perseteruan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perseteruan ini kemudian memicu perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan Perjanjian Bongaya. Namun, kesepakatan ini mengakibatkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian tersebut memungkinkan VOC untuk memaksa Gowa-Tallo menerima hak monopoli perdagangan di Nusantara Timur. Semua bangsa barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar ganti rugi perang.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam tahun-tahun berikutnya, namun tidak ada hasil yang memuaskan yang dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama kejatuhan Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link