Rabu, 10 Juli 2024 – 21:58 WIB
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mendalami sejumlah kasus penyalahgunaan identitas pribadi pelamar kerja oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk pembuatan rekening bank dan pengajuan pinjaman online tanpa sepengetahuan pemilik identitas yang sah.
Di sisi lain, OJK dianggap oleh DPR RI kurang mampu untuk menunjukkan fungsinya dalam mengawasi dan menindak lembaga perbankan dan fintech.
Dua isu penyalahgunaan identitas pribadi pelamar kerja, Dewi Rahmawati dengan PT CAS dan BNI serta Kasus Muhammad Lutfi dan 27 Pelamar Kerja di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jaktim, yang kini menjadi sorotan masyarakat pun dibahas oleh legislator Senayan.
Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menilai dua kasus penyalahgunaan identitas pribadi tersebut menunjukkan betapa buruk kualitas industri keuangan di Indonesia. Dia menyampaikan validasi data sangat buruk sehingga membuat kepercayaan publik menurun.
Menurut Kamrussamad, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap tata kelola sistem keuangan digital yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sesuai mandat UU ITE No. 1 Tahun 2024, transaksi keuangan digital wajib diamankan dengan Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi.
Politisi Gerindra ini menyampaikan kementerian dan lembaga juga harus memiliki Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center (DRC) yang sebenarnya amanat UU ITE. Selama DRC belum ada, maka akan ada terus korban-korban lainnya.
Dirinya juga menyampaikan, OJK bila dilihat fungsinya saat ini hanya sebagai lembaga yang menerima laporan saja, tetapi tidak ada penindakan pengawasannya.
“Jadi, mulai dari dia kan yang memberi izin, dia yang mengawasi, dia yang menyelidiki, dia yang menindak atau memvonis. Nah SDM-SDM yang dia pakai ini, bangun sistem pendidikan. Karena kalau tidak disiapkan SDM-nya, sulit. Yang kuat, yang andal, yang unggul itu sulit,” ungkap Kamrussamad seusai Rapat Kerja dengan Dewan Komisaris OJK di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip Rabu, 10 Juli 2024.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya akan mendalami laporan-laporan masyarakat terkait penyalahgunaan identitas pribadi pelamar kerja untuk pinjol. Dia memastikan OJK akan memberikan sanksi tegas apabila ada kelalaian dari pihak bank atau fintech.
“Kami akan lihat lebih lanjut pendalaman mengenai hal itu, karena tentu kalau hal itu benar dan demikian berarti tidak tepat dengan perilaku suatu perusahaan di sektor jasa keuangan (sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku). Kami akan dalami informasi tadi itu, ya, dengan data yang sebenarnya,” tutur Mahendra.
Mahendra juga memastikan OJK akan mendalami kasus 27 pelamar kerja di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jaktim, yang datanya dipakai orang tak bertanggung jawab untuk pinjaman online.
“Pengaturan dan sanksi mengenai hal-hal itu sudah jelas. Hanya memang kasus persisnya seperti apa yang terjadi itu kami akan pelajari,” kata Mahendra.
Mahendra mengklaim pihaknya terus berupaya mendisiplinkan Fintech P2P Lendin/pinjol dan perbankan, khususnya terkait kepatuhan terhadap UU ITE dan UU Pelindungan Data Pribadi (PDP).
“Kalau itu selalu konsisten, tidak ada perbedaan mengenai hal itu karena itu, kan, undang-undang yang berlaku secara menyeluruh. Tetapi memang penerapan enforcement-nya, pentahapannya harus kami laksanakan di konteks lapangan ini. Kalau itu tidak ada perbedaan pandangan tentu kita menghormati dan tunduk kepada perintah undang-undang,” tandas Mahendra.
Halaman Selanjutnya
Dirinya juga menyampaikan, OJK bila dilihat fungsinya saat ini hanya sebagai lembaga yang menerima laporan saja, tetapi tidak ada penindakan pengawasannya.