Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Saya pertama kali mengenal Jenderal Sarwo Edhie ketika saya masih menjadi Taruna. Saat itu beliau belum menjabat sebagai Gubernur AKABRI, yang sekarang dikenal sebagai AKMIL, namun namanya sudah sangat terkenal.
Pak Sarwo Edhie juga dekat dengan orang tua saya. Sebelum saya resmi menjadi anak buahnya, saya sudah sering mendengar cerita-cerita tentang Pak Sarwo dari orang tua saya. Bagaimana beliau memimpin RPKAD pada saat-saat kritis Oktober 1965.
Beliau adalah sosok yang karismatik, gagah, ganteng, dan selalu berpakaian rapi. Beliau juga dikenal sebagai orang yang memimpin operasi dari depan. Sebagai komandan RPKAD, beliau masih terjun ke lapangan sehingga juga menjadi idola mahasiswa, anak muda, dan idola kami perwira-perwira dan taruna-taruna muda.
Sebagai orang tua saya di AKABRI, beliau sering menceritakan pengalaman-pengalaman beliau. Beliau menanamkan semangat tidak mau menyerah dan semangat patriotisme kepada kami. Beliau juga pernah membuat buku dengan judul “Hidupku Adalah Untuk Negara dan Bangsa.” Nilai-nilai inilah yang beliau tanamkan kepada kami sebagai Taruna AKABRI. Suasana patriotisme dengan nilai-nilai cinta tanah air, bangga terhadap warisan nenek moyang. Itulah yang ditanamkan oleh Pak Sarwo kepada kami.
Setelah beliau berhenti dari dinas aktif, beliau sempat menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Korea Selatan dan Ketua Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Beliau tetap mempertahankan sikapnya sebagai seorang prajurit.
Sebagai prajurit yang terkenal jujur, beliau tidak memiliki banyak harta saat meninggal. Selama perjalanan hidupnya, beliau menikahkan tiga putrinya dengan lulusan Akademi Militer. Yang pertama dengan Kolonel Infanteri Hadi Utomo, lulusan tahun 70. Yang kedua dengan Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono, lulusan tahun 73, yang kemudian menjadi Presiden RI. Yang ketiga dengan Letnan Jenderal TNI Erwin Sudjono, yang kemudian menjadi Panglima Kostrad. Saya juga mengenal baik ketiga perwira tersebut.