Pada saat itu, Belanda memiliki campur tangan yang cukup besar dalam urusan kerajaan. Mereka bahkan dapat memberhentikan atau mengangkat raja, seperti yang terjadi pada Hamengkubuwono II yang anti Belanda dan akhirnya diturunkan dari tahtanya. Perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda dipicu dengan perampasan lahan milik rakyat di Desa Tegalrejo. Pangeran Diponegoro segera menyerukan perang melawan Belanda karena Belanda memasang patok di makam leluhurnya tanpa izin.
Perang Diponegoro menyebar luas ke berbagai daerah dan mendapat dukungan dari berbagai golongan masyarakat seperti bangsawan, ulama, santri, dan rakyat biasa. Tokoh-tokoh seperti Kyai Maja, SISKS Pakubuwono VI, dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya juga memberikan dukungan mereka untuk Pangeran Diponegoro.
Dalam perang melawan Belanda, Pangeran Diponegoro melancarkan strategi perang gerilya dan berhasil menggelorakan perang sabil melawan Belanda. Namun, pasukannya sempat kewalahan karena taktik Benteng Stelsel yang diimplementasikan oleh pasukan Belanda di setiap daerah yang dikuasainya.
Pada 28 Maret 1830, pasukan Belanda berhasil menangkap Diponegoro di Magelang. Meskipun demikian, Pangeran Diponegoro menolak tawaran perundingan dan akhirnya diasingkan ke beberapa daerah seperti Ungaran, Semarang, Batavia, Manado, dan Makassar.
Perlawanan Diponegoro terhadap Belanda menjadi inspirasi bagi perjuangan Panglima Besar Soedirman, 100 tahun setelah perjuangan Diponegoro. Seperti Diponegoro, Soedirman juga menjadi contoh keteladanan yang luar biasa dalam sejarah Republik Indonesia. Dengan kisah perlawanan yang mencerminkan semangat perjuangan, Pangeran Diponegoro dan Panglima Besar Soedirman memberikan inspirasi bagi generasi penerus dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Sumber: https://prabowosubianto.com/pejuang-nasional-pangeran-diponegoro/