Pejuang Nasional Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma

by -155 Views

Dalam sejarah bangsa Indonesia, bangsa ini telah mengalami penjajahan selama ratusan tahun oleh bangsa asing. Penjajahan ini dilakukan oleh orang Portugis, Belanda, Inggris, dan bahkan orang Prancis di bawah pemerintahan Napoleon saat Gubernur Jenderal Daendels.

Pada masa pra-kemerdekaan, para penjajah menggunakan kekuasaan mereka untuk mengambil hasil bumi Indonesia secara paksa. Mereka juga memanfaatkan darah dan keringat rakyat Indonesia secara paksa.

Penjajah seringkali merebut kekuasaan di Nusantara tanpa menggunakan senjata. Mereka memberikan iming-iming ekonomi dan hadiah kepada pimpinan kerajaan-kerajaan yang berkuasa. Sebagai contoh, jika kita mengunjungi museum Belanda, kita dapat melihat hadiah-hadiah berkilau yang diberikan kepada pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia saat itu, seperti para sultan dan raja-raja Nusantara.

Penjajah memanfaatkan sultan dan raja-raja Nusantara yang naif dengan hadiah-hadiah yang tidak sebanding dengan apa yang mereka ambil dari Indonesia. Mereka membeli Indonesia dengan harga yang sangat murah.

Namun, dalam sejarah Nusantara, ada sultan dan raja yang tidak bisa dibeli oleh Belanda. Mereka memahami strategi ekonomi Belanda dan menolak tunduk dengan kata-kata dan perhiasan. Banyak di antara mereka akhirnya dilawan oleh saudara sebangsanya yang telah dibeli oleh Belanda, karena hasutan, berita bohong, dan usaha Belanda untuk memecah belah.

Salah satu sultan Nusantara yang teguh dalam sikapnya melawan Belanda adalah Sultan Agung. Meskipun tidak berhasil merebut Batavia secara keseluruhan, tekad dan semangatnya untuk mengusir VOC menjadi bagian dari sejarahnya. Bahkan sampai akhir hayatnya, Sultan Agung tetap tidak mau berdamai dengan VOC meskipun ditawari tawaran yang menjanjikan.

Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma lahir tahun 1593 di Kotagede, Yogyakarta. Ia adalah Sultan Mataram keempat yang berkuasa dari tahun 1613 hingga 1645. Ia merupakan seorang sultan sekaligus senapati yang terampil dalam membangun negerinya dan mengonsolidasikan kekuatan militer yang besar.

Sultan Agung dihormati di Jawa karena perjuangannya dalam membela Tanah Air, warisan tradisi, dan budaya yang ia sumbangkan untuk negara.

Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau Raden Mas Rangsang. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, ibunya adalah putri Pangeran Benawa Raja Pajang. Pada awal pemerintahannya, Mas Rangsang bergelar Panembahan Agung. Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, dia mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung atau disingkat Sunan Agung.

Pada 1641, Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab yaitu Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, yang diberikannya oleh pemimpin Ka’bah.

Pada tahun 1613, Sunan Agung menolak ajakan kerja sama dari VOC. Meskipun Mataram mengalami gagal panen pada tahun 1618 akibat perang melawan Surabaya, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.

Sultan Agung mencoba menjalin hubungan dengan Portugis untuk menghancurkan VOC-Belanda namun hubungan tersebut diputus pada tahun 1635 karena Portugis sudah lemah pada saat itu.

Sultan Agung berhasil memperluas pengaruh Mataram ke Palembang di Sumatra pada 1636 dan Sukadana di Kalimantan pada 1622. Ia juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Agung menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan sistem-sistem pertanian yang diperkenalkannya.

Sumber: https://prabowosubianto.com/pejuang-nasional-sultan-agung-adi-prabu-hanyakrakusuma/

Source link