Demokrasi Rasional Merusak Akibat Pemaksaan Politik Dinasti Jokowi

by -145 Views

Jakarta – (VanusNews) Peneliti senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai krisis konstitusi yang sedang terjadi saat ini akan berdampak serius pada kehidupan demokrasi di masa depan.

“Politik dinasti untuk mempertahankan anggota keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpotensi menghancurkan iklim demokrasi yang rasional di Indonesia. Hal ini terkait dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini tengah mendapat sorotan atas Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap sarat dengan nepotisme. Presiden Jokowi disebut memiliki andil dalam putusan tersebut,” kata Firman kepada para wartawan, Selasa (7/11/2023).

Menurut Firman, Hakim Konstitusi bernama Anwar Usman juga memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden Jokowi, sehingga muncul penilaian bahwa putusan tersebut bertujuan untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan dalam Pilpres 2024.

Firman mengungkapkan bahwa dampak yang mengerikan dari kondisi saat ini jika dibiarkan berlarut-larut adalah runtuhnya demokrasi yang rasional.

Menurut Firman, demokrasi dibangun berdasarkan rasionalitas, bukan hubungan keluarga atau keturunan.

“Jika seseorang secara rasional memiliki pengalaman yang lebih banyak, kemampuan yang lebih baik, dan teruji, maka itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan. Jika itu hanya karena memiliki DNA yang sama dengan penguasa, apa itu demokrasi? Saya tidak mengerti,” jelas Firman.

Menurut Firman, yang terjadi di Indonesia saat ini adalah politik dinasti.

Para elit, lanjut Firman, hanya bekerja berdasarkan kepentingan mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan pilihan rakyat banyak, tanpa mempertimbangkan masa depan politik.

“Yang terjadi saat ini adalah ada proses yang tidak melibatkan partisipasi dalam penentuan calon yang berhak maju atau tidak. Penentunya disini, sayangnya, adalah hubungan keluarga. Hubungan keluarga lebih diutamakan daripada pertimbangan lainnya,” tegas Firman Noor.

Sebelumnya, profesor Politik Islam Global asal Australia Greg Barton menyatakan bahwa langkah Jokowi untuk mencoba meloloskan anaknya sebagai calon wakil presiden adalah tindakan yang terburu-buru.

“Sayang sekali dia (Jokowi) terlibat dalam urusan keluarga. Jika bisa lebih sabar, pasti orang tidak akan keberatan jika anaknya disiapkan untuk masa depan. Tapi ini terlalu terburu-buru,” tegas Greg dalam podcast yang dipandu oleh Akbar Faisal.

Greg menilai bahwa putusan MK beberapa waktu yang lalu telah mengecewakan banyak orang. Hal ini berdampak pada keadaan demokrasi di Indonesia.

“Beberapa hal menunjukkan penurunan demokrasi di bawah pemerintahan Pak Jokowi,” kata Greg Barton.

Kekuasaan Penuh

Sementara itu, Pengamat Politik Adi Prayitno menyatakan bahwa meskipun ditinggal oleh rekan lama, sikap Presiden Jokowi jelas.

“Bagi Jokowi, tentu saja dia akan terus melangkah. Semua sudah terjadi. Gibran sudah mendaftar ke KPU sebagai calon wakil presiden bersama Prabowo Subianto. Bagi Jokowi, tidak ada lagi pandangan ke belakang,” kata Adi.

Adi mengatakan bahwa putra Jokowi, Gibran Rakabuming, telah maju sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Adi yakin bahwa sebagai orang yang berkuasa, Jokowi akan menggunakan semua sumber daya yang ada untuk memenangkan anaknya.

“Fokus ke depan untuk memenangkan Gibran dengan semua sumber daya yang ada. Terutama dari mereka yang konsisten mendukung Jokowi. Sementara yang memiliki sikap yang berbeda pasti akan ditinggalkan,” tegas Adi.

Jokowi akan terus melangkah, lanjut Adi, meskipun rekan lama dalam perjuangan di PDI Perjuangan (PDIP) merasa kecewa.

Adi menilai bahwa hubungan keluarga Jokowi dengan partai yang membesarkannya, PDIP, saat ini tegang.

“Tidak ada yang mundur, komunikasi tidak ada. Namun harus diakui bahwa saat ini Jokowi berhadapan dengan para pendukungnya yang selama ini membela Jokowi. Ini tentu tidak menguntungkan bagi Jokowi,” tegas Adi Prayitno.

Menurut Adi, hubungan Jokowi dengan rekan lamanya, seperti mantan Walikota Solo FX Rudi, tokoh PDIP Solo Seno Kusumoharjo, atau bahkan para petinggi PDIP, tidak baik.

Menurut Adi, keretakan dalam hubungan tersebut tidak menguntungkan Jokowi.

“Secara persepsi, ini tidak menguntungkan Jokowi. Karena mereka meninggalkan Jokowi bukan hanya dengan hati yang terluka, tapi juga dengan kritik yang tajam terhadap Jokowi. Meskipun saat ini Jokowi memiliki rekan baru dari koalisi baru (Koalisi Indonesia Maju), namun kehilangan orang-orang yang setia pasti merugikan,” pungkas Adi Prayitno. VN-DAN