Pengamat Membahas Fenomena Dinasti Politik dan Demokrasi Terbatas Indonesia

by -173 Views

Peneliti senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli mengatakan bahwa dinasti politik menjadi masalah ketika dinasti politik tersebut merusak dan membatasi demokrasi, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Menurutnya, politik dinasti sering kali menggunakan aturan main tertutup atau close game untuk mempertahankan kekuasaannya. Hal ini menyebabkan demokrasi elektoral hanya menjadi formalitas belaka di Indonesia. Selain itu, politik dinasti juga sering kali mengendalikan semua kekuatan politik, melemahkan media massa, dan mengkooptasi masyarakat sipil. Mereka juga menguasai sumber daya ekonomi dan sering kali terlibat dalam korupsi.

Lili mengatakan bahwa di negara-negara maju juga ada politik dinasti, tetapi mereka melewati tahapan-tahapan seperti pengkaderan dan rekrutmen politik yang sama seperti kader yang lain. Mereka juga memiliki kualifikasi dan kapasitas yang baik, sehingga ketika berkuasa mereka tidak koruptif. Jika gagal, mereka tidak akan dipilih kembali oleh publik.

Lili menegaskan bahwa jika kondisi politik dinasti terus berlanjut, demokrasi di Indonesia akan terancam. Ia mengatakan bahwa demokrasi Indonesia saat ini telah mengalami kemunduran, apalagi jika yang berkuasa adalah dinasti politik.

Prof Kacung Marijan, seorang pakar ilmu politik dari Universitas Airlangga, mengatakan bahwa keberhasilan politik dinasti tergantung pada mekanisme kontrol. Kontrol tersebut dapat dilakukan dalam tahap pemilihan dan setelah terpilih melalui pengawasan yang dilakukan oleh DPR. Lebih lanjut, ia menyebut bahwa politik dinasti terjadi karena proses rekruitmen politik di dalam keluarga tidak demokratis. Contoh politik dinasti di Indonesia antara lain terjadi di Banyuwangi, di mana istri Bupati Azwar Anas menggantikannya dan berhasil melanjutkan kepemimpinan dengan baik. Namun, ada juga contoh buruk di Bogor, di mana adik Bupati Bogor yang menggantikannya bersama-sama tertangkap kasus korupsi.

Prof Kacung juga menyoroti politik dinasti yang terjadi pada tingkat nasional di masa pemerintahan Presiden Jokowi, seperti Gibran Rakabuming Raka yang menjadi Walikota Solo dan Bobby Nasution yang menjadi Walikota Medan. Ia juga menekankan bahwa politik dinasti tidak seharusnya terjadi, dan kontrol terhadap kekuasaan politik harus lebih kuat.

Dalam kesimpulannya, jika politik dinasti terus dibiarkan berkuasa, demokrasi di Indonesia akan semakin terpuruk. Oleh karena itu, kontrol terhadap politik dinasti harus diperkuat untuk menjaga agar penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindari.