Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Usia Capres-Cawapres dianggap sebagai bentuk nepotisme dan dinasti politik, serta mengancam demokrasi dan Pemilu 2024. Sebuah media Jerman, Handesblatt, bahkan menyoroti langkah politik Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo yang maju sebagai Cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Handesblatt menyebutkan bahwa pencalonan Gibran sebagai Cawapres merupakan bentuk politik dinasti yang merusak dan mematikan demokrasi di Indonesia. Sebelumnya, Time, media Amerika Serikat juga telah melaporkan kemunduran demokrasi di Indonesia.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis yang mengangkat banyak pemikiran dan analisis mengenai penurunan tingkat kebebasan sipil di Indonesia. Menurut mereka, Putusan MK tidak mengurangi batas usia 40 tahun bagi anak muda untuk terlibat dalam politik, tetapi hanya memberikan kesempatan bagi kepala daerah berusia di bawah 40 tahun. Dan hanya Gibran yang secara faktual dapat memanfaatkan kesempatan ini.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyatakan bahwa putusan MK tersebut merupakan bentuk nepotisme yang dilakukan demi kepentingan politik putra Presiden. Mereka juga menyoroti konflik kepentingan yang terjadi akibat Ketua MK yang merupakan paman dari Gibran, menjadi hakim konstitusi yang mengabulkan perkara ini.
Mereka menyebut praktik nepotisme ini sebagai bentuk perusakan pada demokrasi dan hukum di Indonesia. Mereka juga khawatir bahwa putusan MK ini akan mempengaruhi proses pemilu yang akan datang dan menurunkan demokrasi dalam negeri.
Kendati demikian, kondisi politik dinasti yang dibangun oleh Presiden Joko Widodo dengan mencalonkan anaknya sebagai cawapres pada Pemilu 2024, dianggap sebagai tindakan yang merusak demokrasi. Oleh karena itu, koalisi ini mengajak untuk membangun gerakan pro-demokrasi untuk melindungi demokrasi dari kemunduran, termasuk mengoreksi kebijakan politik yang memundurkan capaian Reformasi 1998.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari sejumlah organisasi seperti PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI.