Jakarta – (VanusNews) Diplomasi makan siang ala Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama tiga calon presiden (capres) dinilai sebagai bukti netralitas Presiden pada Pilpres 2024.
Penilaian itu kiranya berlebihan, karena persoalan netralitas tidak cukup diselesaikan melalui makan siang. Netralitas itu harus dibuktikan tidak hanya di panggung depan tapi juga di panggung belakang.
Demikian dikemukakan Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga kepada para wartawan, Selasa (31/10/2023).
Menurut Jamiluddin, dalam politik, sikap dan tindakan di panggung depan kerap berbeda dengan apa sesungguhnya yang terjadi di panggung belakang.
“Di panggung depan seolah memperlakukan sama kepada semua capres, tapi di panggung belakang bisa jadi justru sebaliknya,” ujar Dosen Metodologi Penelitian Komunikasi Fikom Universitas Esa Unggul, Jakarta ini.
Karena itu, lanjut Jamiluddin, diplomasi makan siang itu jangan dianggap sebagai sikap negarawan Jokowi. “Pertemuan itu cukup dianggap sebagai drama politik yang hanya mempertontonkan panggung depan. Panggung belakang masih disembunyikan, dan baru akan diketahui melalui proses waktu,” kata Jamiluddin.
Jamiluddin menilai, melalui pertemuan itu tidak serta merta Jokowi akan netral dalam Pilpres 2024. “Peluang Jokowi cawe-cawe dan berpihak pada capres tertentu masih sangat terbuka,” tutur Dekan Fikom IISIP, Jakarta 1996-1999 ini.
Karena itu, ingat Jamiluddin, tugas semua anak bangsa untuk mengawasi Pilpres 2024.
“Melalui pengawasan inilah nantinya akan diketahui panggung belakang yang sesungguhnya,” tukas Jamiluddin.
Mantan Sekjen Media Watch ini menambahkan, data panggung belakang nantinya dibandingkan dengan panggung depan (makan siang bersama).
“Dari perbandingan data itulah akan diketahui netral tidaknya Jokowi dalam Pilpres 2024,” pungkas Jamiluddin Ritonga. VN-DAN