Perintah Kapolri untuk Tindak Tegas terhadap Mafia Tanah Batu Ampar disampaikan oleh Mahfud MD

by -202 Views

Jakarta – (VanusNews) Perjuangan warga Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali mendapat titik terang. Pasalnya, surat pengaduan yang disampaikan pada tanggal 18 Januari 2023 lalu kini telah direspon oleh Kelompok Kerja (Pokja) Intelijen Satgas Saber Pungli Pusat Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) pada Rabu (18/10/2023).

Surat yang ditandatangani oleh Menkopolhukam, Mahfud MD itu merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait dugaan pungli dan penyalahgunaan wewenang dalam sengketa tanah.

Dalam rekomendasinya, Mahfud meminta Mendagri agar memberikan pendapat hukum terkait produk-produk hukum yang berkaitan dengan pertanahan selama periode kewenangan urusan agraria menjadi tanggung jawab Kemendagri.

Sedangkan untuk Menteri ATR/BPN RI, Mahfud memberikan dua rekomendasi. Pertama, melakukan kajian komprehensif yang melibatkan praktisi pertanahan, akademisi, stakeholder, dan masyarakat terkait permasalahan di bidang agraria. Kedua, melakukan investigasi terhadap pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan sengketa tanah di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, sehingga dapat ditemukan solusi yang adil bagi semua pihak.

Sementara itu, Mahfud merekomendasikan kepada Kapolri agar melakukan penegakan hukum terhadap oknum pejabat dan mafia tanah yang berperan dalam sengketa lahan di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, serta di daerah lainnya, demi tercapainya kepastian hukum yang adil.

Mahfud juga meminta para pimpinan tinggi Kementerian/Lembaga yang disebutkan dalam rekomendasi untuk menginformasikan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi kepada Menko Polhukam.

Rekomendasi tersebut telah diterima oleh Kementerian ATR/BPN. Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga (PHAL) Biro Humas Kementerian ATR/BPN, Risdianto Prabowo Samodro pada Rabu (25/10/2023). Risdianto menuturkan bahwa surat tersebut baru diterima pada hari tersebut dan pihaknya masih menunggu disposisi dari Menteri terkait tindak lanjut surat tersebut.

Warga Batu Ampar telah memberikan kuasa kepada aktivis Nyoman Tirtawan untuk mengurus kasus ini. Nyoman yang pernah menyelamatkan dana Pilgub Bali 2018 sebesar Rp98 miliar, sering melakukan demonstrasi untuk menuntut hak dari 54 warga Batu Ampar. Upaya ini sekarang mendapat perhatian dari Menkopolhukam.

Berdasarkan dokumen dari Mahfud MD, tanah yang berada di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng, Prov. Bali adalah tanah negara yang telah dikuasai oleh 55 warga Batu Ampar sejak tahun 1959 secara terus menerus dengan itikad baik. Pada tahun 1976, diterbitkan HPL No. 1 Tahun 1976 Desa Pejarakan yang dimiliki oleh Pemkab Buleleng seluas 450.000 M², dengan masa berlaku sampai proyek pengapuran selesai.

Setiap warga Batu Ampar memiliki bukti pembayaran pajak SPPT PBB atas tanah yang mereka kuasai, meskipun bukan merupakan bukti kepemilikan tanah. Namun, hal ini dapat menjadi dokumen pendukung dalam kelengkapan berkas tanah.

Setelah HPL No. 1 Tahun 1976 tidak digunakan lagi untuk proyek pengapuran, warga mengajukan hak atas tanah yang sebelumnya mereka kuasai kepada Bupati Buleleng, Gubernur Bali, dan Menteri Dalam Negeri. Sehingga terbit sertifikat hak milik atas HPL No. 1 Tahun 1976 yaitu SHM No. 229 atas nama Ketut Salim dan SHM No. 240 atas nama Marwiyah pada tahun 1982.

Terbitnya sertifikat hak milik menunjukkan adanya tumpang tindih hak atas tanah dengan sertifikat pengganti HPL No. 1 Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Pemkab Buleleng. SK Bupati Buleleng Nomor 203.A Tahun 1989 tentang Penunjukan Perusahaan Daerah Swatantra Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng untuk mengurus dan mengelola kawasan Batu Ampar di Desa Pejarakan juga dianggap mengesampingkan SK Mendagri Nomor 171/HM/DA/82 yang dikeluarkan pada tahun 1982.

Putusan PN Singaraja Nomor 59/PDT.G/2010/PN.SGR tanggal 12 Juli 2010 menyatakan bahwa tanah yang menjadi sengketa adalah tanah negara yang telah dikuasai dan digunakan oleh para warga sejak sebelum tahun 1960 dan/atau telah dikuasai selama 20 tahun lebih dengan itikad baik. Oleh karena itu, diduga terjadi pelanggaran hukum berupa penyerobotan lahan dan pengusiran paksa terhadap warga Batu Ampar.

Pencatatan aset tanah oleh Pemkab Buleleng pada tahun 2015 dengan nilai pembelian nol rupiah yang menggunakan dasar hak sertifikat HPL No. 1 Tahun 1976 yang kemudian diganti dengan HPL No. 1 Tahun 2020 juga menimbulkan kejanggalan.

Kementerian ATR/BPN masih menunggu arahan dari Menteri terkait tindak lanjut surat yang diterima. Mereka akan terus memberikan informasi apabila telah dilakukan pendalaman terkait masalah ini. VN-DAN