Pengusaha Sering Mengeluh dan Menggugat LPEI Karena Diduga Ada Mafia Aset

by -238 Views

Jakarta – (VanusNews) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) belakangan menjadi sorotan karena banyaknya gugatan dari pengusaha di berbagai kota.

Setidaknya, ada 117 perkara terkait LPEI dalam laman resmi Mahkamah Agung (MA). Terakhir, gugatan terhadap LPEI di Pengadilan Negeri Yogyakarta tercatat pada 6 Februari 2023 dengan penggugat bernama Jamal Ghozy.

Kejaksaan Agung juga telah memulai penyidikan dugaan korupsi dalam kredit macet di LPEI atau Indonesia Eximbank yang diduga menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.

Kepala Desk Hukum dan Ekonomi Ormit Political Consulting (Ormit), Ivan Panusunan, menilai bahwa Kejagung harus segera mengusut dugaan korupsi di LPEI tersebut.

“Saya kira Kejagung harus menunjukkan keberaniannya lagi. Karena kasus dugaan korupsi ini sudah dalam tahap penyidikan,” ujarnya seperti dikutip, Senin 23 Oktober 2023.

Banyaknya keluhan dan gugatan terhadap LPEI, menurut Ivan, menunjukkan bahwa ada masalah serius dalam perusahaan pelat merah tersebut.

“Inilah yang berpotensi menyebabkan kerugian negara yang lebih besar di masa depan. Bahkan ada yang mengeluhkan dugaan kriminalisasi. Kejagung harus bertindak,” tegasnya.

Ketua Umum Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menilai bahwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI yang tengah diproses oleh Kejagung menjadi pintu masuk untuk mengusut masalah yang dikeluhkan oleh pengusaha lokal.

Kasus yang terjadi di LPEI antara tahun 2013-2019 tidaklah kecil, karena Kejagung memperkirakan kerugian negara mencapai Rp2,6 triliun.

Kerugian tersebut disebabkan oleh pembiayaan kepada para debitur tanpa mengikuti prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tidak sesuai dengan aturan kebijakan perkreditan LPEI.

LPEI atau Indonesian Eximbank memiliki dasar hukum UU Nomor 2 Tahun 2009 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang memfasilitasi pembiayaan ekspor, mendukung kegiatan ekspor, hingga memberikan bimbingan dan jasa konsultasi terkait ekspor.

“Saya mendengar ada keluhan dari pengusaha lokal yang merasa seperti dijebak oleh LPEI yang seharusnya mendorong ekspor nasional yang berdaya saing tinggi di pasar global. Jebakan itu berujung pada penguasaan aset yang dijaminkan dan kemudian dibeli dengan harga murah,” ujarnya seperti yang dilaporkan oleh jurnas.com pada Kamis, 25 Mei 2023.

Berdasarkan laporan keuangan LPEI, lembaga pelat merah ini mencatatkan rugi bersih sebesar Rp4,7 triliun pada periode 2019. Padahal pada 2018, LPEI masih mencatatkan laba sebesar Rp171,6 miliar.

Sepanjang 2019, terjadi penurunan pendapatan bunga dan usaha syariah bersih sebesar 33,45 persen menjadi Rp1,42 triliun, dibandingkan dengan 2018 yang senilai Rp2,13 triliun.

Sementara itu, beban pada pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan meningkat hampir 4 kali lipat. Pada 2018, CKPN hanya Rp1,7 triliun, sedangkan pada 2019 menjadi Rp6,68 triliun.

Selain kerugian, LPEI juga mencatatkan penurunan aset hampir 10 persen menjadi Rp108,7 triliun pada 2019, dibandingkan dengan 2018 yang senilai Rp120,1 triliun.

Selain itu, LPEI juga mencatatkan peningkatan Non Performing Loan (NPL) Bruto sebesar 23,39 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 2019 yang sebesar 13,73 persen.

Berdasarkan laporan keuangan LPEI, pembiayaan dan piutang bermasalah dalam rupiah naik 53,04 persen menjadi Rp22,88 triliun, dari Rp14,95 triliun pada 2018.

Sektor perindustrian, pertanian dan sarana pertanian, serta pertambangan mencatatkan peningkatan NPL yang terbesar.

Pada pertengahan 2019, LPEI terkena dampak gagal bayar dari Grup Duniatex dengan total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp3,04 triliun.